Bagaimana Rasi Bintang Terbentuk?

Saat kita melihat langit malam yang cerah dan tanpa polusi cahaya, kita dapat melihat banyak bintang bertaburan. Dalam buku yang mungkin pernah kita baca atau dari pengalaman, kita tahu bahwa susunan bintang-bintang itu membentuk suatu pola tertentu yang menjadi ciri khasnya, atau biasa disebut dengan rasi bintang. Tapi pernahkah terbesit dipikiranmu tentang bagaimana rasi itu terbentuk? Mengapa bisa ada rasi bintang padahal, seperti yang kita tahu, jarak antar bintang itu sangat berjauhan?

Pada masa kuno sebelum masehi, bintang-bintang ini mempunyai kedudukan yang tinggi di masyarakat. Orang zaman dahulu percaya bahwa bintang-bintang ini mempunyai peran dalam kehidupan di bumi. Mereka melihat bintang tersebut sebagai suatu pola, yang kini dikenal sebagai konstelasi atau rasi bintang. Nah, dimulai dari hal inilah mitologi dan kisah mengenai rasi bintang berkembang dalam berbagai peradaban kuno manusia.


Asal Usul Rasi Bintang

Suatu rasi bintang atau konstelasi merupakan kumpulan bintang yang tampak berhubungan dan membentuk suatu pola tertentu jika dilihat dari bumi. Namun pada kenyataannya dalam ruang tiga dimensi, kebanyakan dari bintang-bintang ini berjarak sangat jauh satu sama lain, hingga bertahun-tahun cahaya. Pengelompokan bintang-bintang menjadi rasi sebenarnya cukup acak. Kebudayaan yang berbeda akan memiliki rasi bintang yang berbeda pula, seperti kebudayaan Mesir, Arab, Romawi, Yunani, dan sebagainya. Meskipun ada beberapa pola rasi yang sama, namun memiliki nama yang berbeda.


Salah satu catatan mengenai rasi bintang dapat ditemukan dalam buku karya Ptolemy. Dalam bukunya yang berjudul Almagest, disebutkan sebanyak 48 rasi yang dikenal saat itu. 47 diantaranya masih dikenal hingga saat ini. Kemudian, tahun 1928, International Astronomical Union (IAU) meresmikan 88 buah rasi bintang disertai dengan batas wilayahnya masing-masing, yang kemudian dikenal dengan nama Modern Constellation (Rasi Bintang Modern). Pemetaan wilayah langit seperti ini berguna besar bagi astronom sebagai alamat bagi bintang, galaksi, dan objek langit lainnya dalam penelitian mereka.


Dari mana rasi dan bintang mendapat nama?

Rasi bintang dinamai berdasarkan nama benda, orang, dan hewan. 88 rasi bintang yang kita kenal saat ini dinamai dari berbagai sumber dan masing-masing memiliki makna dan kisah tersendiri. Kebanyakan penamaan tersebut berasal dari mitologi Yunani dan Romawi. Rasi bintang yang dinamai berdasarkan mitologi Yunani tercatat  dalam buku Almagest karya Ptolemy. Ptolemy tidak memberi nama rasi tersebut—yang telah lama pengamat temui, namun hanya mencantumkan dalam buku karyanya. Rasi ini mencakup nama dari mitologi Yunani kuno, seperti Orion, Andromeda, Cassiopeia, Hercules, Perseus, dan lainnya.

Kebanyakan rasi modern yang tidak tercantum di Almagest dinamai pada kurun waktu antara abad ke-16 hingga 19 M. Rasi-rasi ini tidak teramati oleh bangsa Yunani kuno karena berada di bagian langit selatan, sedangkan bangsa Yunani tinggal di bumi bagian utara. Terdapat juga 12 rasi yang dinamai oleh penjelajah asal Belanda yang berlayar ke Indonesia pada tahun 1595. Ia menamainya berdasarkan nama hewan yang mereka jumpai sepanjang perjalanan. Rasi yang ditemukannya ini pertama kali digambar pada globe langit yang dirancang oleh Petrus Plancius pada tahun 1597/1598. Beberapa diantaranya adalah rasi Apus, Dorado, Grus, Volans, dan Musca.

Seorang astronom Polandia, Johannes Hevelius juga menambahkan sebanyak 10 rasi bintang pada abad ke-17 M. Tujuh rasi diantaranya masih digunakan hingga saat ini, yaitu Lacerta, Canes Venatici, Lynk, Scutum, Leo Minor, Vulpecula, dan Sextans.

Penamaan yang terakhir dilakukan oleh astronom Prancis yang bernama Nicolas-Louis de Lacaille pada abad ke-18 M. Ia menamai rasi yang ditemukan berdasarkan instrumen sains atau alat penelitian. Ia melakukan pengamatan dari Afrika Selatan dan hasil penemuannya tidak dapat diamati dari bumi bagian utara. Rasi yang ditemukannya antara lain rasi Antila, Caelum, Fornax, Horologium, Microscopium, Pyxis, dan Telescopium.

Penamaan tidak resmi banyak dilakukan oleh kebudayaan lainnya, memiliki nama dan cerita di baliknya berdasarkan budaya masyarakat tersebut. Salah satu contohnya di Indonesia, rasi bintang Orion biasa disebut dengan nama Waluku.

Adapun untuk bintang, secara umum penamaannya dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu:

Penamaan dari Budaya Arab

Bangsa Arab pada zaman keemasaannya, sangat maju dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, salah satunya adalah Astronomi. Para ilmuan Arab yang ahli dalam bidang ini memiliki berpengaruh besar terhadap kemajuan ilmu astronomi sekarang, seperti al Battani yang menghitung tahun matahari, Abdurrahman Al-Sufi yang menerangkan keadaan bulan dan galaksi, serta Al-Biruni yang membuktikan bahwa bumi bulat dengan menggunakan alat ukur derajat dan rumus trignometri.

Nama bintang yang kita kenal seperti Betelgeuse, Sirius, Deneb, Algol adalah contoh nama bintang yang diambil dari kebudayaan bangsa Arab. Bintang itu dinamai sejak sekitar abad ke-8, ketika keilmuan astronomi Arab berkembang pesat. Seorang astronom Yunani, Ptolemy, yang hidup sekitar 100-178 M di Alexandria, Mesir, menjabarkan sebanyak 1.025 bintang lengkap beserta nama dalam bukunya yang terkenal, The Great System of Astronomy. Buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada abad ke-9 dan menjadi terkenal dengan nama “Almagest”. Mulai abad ke-12, saat ilmu pengetahuan tumbuh ke Eropa, Almagest diterjemahkan ke bahasa latin. Dari 210 bintang di langit yang memiliki nama modern pada saat ini, 52% diantaranya menggunakan nama Arab, 39% dengan nama hasil terjemahan Ptolemy.

Sistem Bayer dan Nomor Flamsteed

Sistem ini dicetuskan oleh seorang astronom yang bernama Johann Bayer. Penamaan bintang dengan sistem ini menggunakan abjad Yunani (alpha, beta, gamma, dst) sesuai dengan urutan kecerahan bintang dalam suatu rasi. Bayer menulis hal ini dalam catatan yang berjudul Uranometria pada tahun 1603. Sistem ini digunakan luas pada saat ini dan mempermudah astronom untuk mengenali bintang redup yang belum diberi nama. Contoh penggunaan nama ini adalah misal dalam rasi Canis Mayoris, Sirius merupakan bintang paling terang, maka nama lain Sirius adalah Alfa Canis Mayoris. Bintang paling terang kedua dalam rasi ini akan dikenal dengan Beta Canis Mayoris, dan seterusnya sesuai urutan abjad.Begitu juga untuk rasi lainnya, seperti Orion, Canis Minoris, Scorpio, dan lainnya.

Penamaan bintang juga dapat dilakukan dengan penomoran Falmsteed. Sistem ini dikenalkan oleh John Flamsteed dalam catatannya yang berjudul Historia Coelestis Britannica. Sistem Penamaan Flamsteed memberikan nomor pada sebuah bintang sesuai dengan urutan asensiorekta (sistem koordinat ekuator) dalam sebuah rasi bintang. Contohnya adalah, 61 Cygni memiliki sistem koordinat lebih besar daripada 16 Cygni pada rasi Cygnus. Sistem ini biasa digunakan untuk bintang-bintang redup tetapi masih bisa dilihat dengan mata telanjang. Kebanyakan bintang yang menggunakan penamaan ini tidak memiliki nama dari kebudayaan Arab maupun nama Bayer.

International Astronomical Union (IAU)

IAU merupakan satu-satunya lembaga yg berwenang untuk menamai objek-objek langit, seperti bintang. International Astronomical Union (IAU) atau Perhimpunan Astronomi Internasional dibentuk pada tahun 1919. Misinya adalah untuk memajukan dan menjaga ilmu pengetahuan astronomi di segala aspek terkait melalui kerja sama internasional.


Kegunaan Rasi Bintang

Pada dasarnya, pengelompokan bintang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Telah sejak lama pula rasi-rasi bintang di langit digunakan manusia sebagai petunjuk arah dan waktu, salah satunya arah mata angin. Contohnya adalah Big dipper atau Ursa Major yang sejak dahulu telah digunakan sebagai petunjuk arah utara. Nenek moyang kita dahulu melihat tujuh bintang ini sebagai bintang biduk atau sampan, perahu. Bagi orang Yunani kuno dan Romawi, rasi ini tampak sebagai beruang besar, disebut Ursa Major. Rasi ini kini lebih dikenal sebagai Big Dipper atau gayung raksasa.

Rasi lain yang dikenal banyak peradaban dan memiliki beragam kisah adalah Leo, rasi yang digambarkan sebagai singa perkasa. Dalam mitologi Yunani, Rasi Leo dikisahkan sebagai singa raksasa yang terkenal buas dan harus dikalahkan Herkules demi memenuhi tugas yang diberikan oleh dewi Hera. Herkules berhasil memenangi pertarungan sengit tersebut. Sebagai penghormatan, dewi Hera menempatkan singa buas tersebut di satu bagian langit, menjadi singa yang tak lagi mematikan.

Menurut orang Mesir Kuno, Leo bukanlah satu makhluk yang harus dikalahkan, melainkan salah satu dewa yang mereka sembah, dewa singa yang sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka sehari-hari. Orang-orang Sumeria juga melihat rasi ini dalam bentuk singa dan menyebutnya Ser. Orang-orang Turki menyebutnya Artan. Orang-orang Syria menyebutnya Aryo. Arye bagi orang-orang Yahudi dan Aru bagi orang-orang Babylonia. Beragam sebutan dengan makna yang sama, singa.

Selain sebagai penunjuk arah, rasi bintang juga berguna besar bagi penelitian astronom mengenai objek langit tertentu, seperti wilayah di mana sebuah galaksi, nebula, maupun gugus bintang berada. Galaksi dan gugus bintang biasanya berukuran kecil dan tidak secerah bintang, maka dari itu akan sulit untuk menemukannya jika tidak tahu di wilayah mana ia berada. Dengan adanya rasi bintang, galaksi, nebula, dan gugus bintang akan mudah ditemukan. Contohnya adalah, gugus bintang Messier 22 yang terletak di konstelasi Sagitarius, galaksi Andromeda (NGC 224) terletak di antara rasi Pegasus dan Cassiopeia, dan jika ingin melihat nebula Orion (M42), maka kita cukup mengarah ke bagian bawah sabuk Orion.


Jadi, rasi bintang sejatinya sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Berbagai peradaban manusia zaman dahulu mempelajari mengenai ilmu ini dengan dengan nama dan kisah sesuai kebudayaan masing-masing. Sekarang, ilmu astronomi semakin maju dan terus berkembang, dimulai dengan warisan ilmu ratusan tahun yang lalu.


sumber:

wikipedia

Langit Selatan

Constellation names

Comments

Post a Comment

Popular Posts